JANGAN MERUSAK SEDEKAH

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu rusakkan sedekahmu dengan membatalkan-nyebutnya dan rusaki, seperti orang yang menafkahkan hartanya karena manusia , dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian.

Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang ada di atas tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah ia bersih (tidak bertanah) . Mereka tidak menguasai sesuatu  pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir  (QS Al-Baqarah / 2: 264).

Sapaan  Allah  kepada orang-orang beriman dalam ayat 264 Surah  Al-Baqarah  ini menunjukkan betapa Allah SWT meminta   hamba-hamba-Nya yang beriman, bukan hanya demi kesehatan jiwa, raga, dan pikirannya, tetapi juga untuk menilai sedekahnya perlu, agar bisa dirusak dengan perkakas yang menyakitkan.

Sebelum ayat 264 surah Al-BAqarah ini,  Allah SWT  berfirman dalam dua ayat sebelumnya. Pada ayat 262 surah  Al-Baqarah  misalnya, disampaikan bahwa: “Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya dengan meminta-nyebut bantuannya dan dengan tidak membantu,” kata si penerima, sisi Tuhan mereka. Tidak ada yang menentang mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati ”  (QS 2: 262).

Selanjutnya dalam ayat 263 juga disampaikan firman  Allah  bahwa: “ Perkataan yang baik dan pemberian maaf yang lebih baik dari pada sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang diinginkan. Dan Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun ”  (QS Al-Qur’an / 2: 263).

Pada ayat 264  Al-Baqarah  ini disampaikan kepada orang-orang beriman agar tidak merusak nilai dan pahala sedekahnya dengan diikutsertakan dengan sebutan-sebutan yang dibutuhkan hati orang yang menerima sedekah itu.

Kebiasaan bersedekah dengan iringan sebutan-sebutan yang mempertimbangkan sifat orang-orang yang beriman, membebaskan sifat orang-orang yang  riya  dan orang-orang yang tidak yakin akan terasa pahala dan pembalasannya di hari kemudian. Sedekah yang mereka keluarkan sama sekali tidak berdasar iman, jadi apa yang mereka lakukan akan terasa jika diminta-minta kepada khalayak.

Allah SWT  membebaskan sekaligus mengingatkan, bahwa sedekah yang dikeluarkan untuk dijual, diberikan untuk membersihkan serta mensucikan jiwa dan harta orang-orang yang beriman.

Karenanya,  Allah SWT  memerintahkan dengan firmanNya: “ Ambillah sebagian dari harta mereka sebagai sedekah untuk menyelamatkan mereka dan untuk mensucikan mereka, dan berdo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu adalah ketentraman bagi  mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui ”  (QS At-Taubah / 9: 103)

Ayat ini sangat jelas menunjukkan tujuan dikeluarkannya sedekah itu secara hakiki untuk membersihkan dan mensucikan orang-orang yang mengeluarkannya, maka berkewajibanlah petugas pemungut sedekah (amil) itu mendo’akan orang yang diambil hartanya sebagai sedekah.

Di antara do’a yang diajarkan Rasulullah s.a.w. diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah yang dinukil oleh Sayyid Sabiq dalam Fiqhu Sunnahnya, adalah:“ajarakallahu fie ma a’thaita wa baraka laka fie ma abqaita”, “Semoga Allah memberikan ganjaran atas apa yang engkau berikan dan memberikan keberkahan atas apa yang engkau sisakan”. Do’a ini sekaligus tentunya menjadi hak atas orang yang bersedekah.

Selain itu, tentunya secara nyata sedekah bertujuan untuk memberikan kesejahteraan hidup bagi orang-orang yang berhak menerimanya, karena itu orang-orang yang berhak menerima pun ditetapkan oleh Allah SWT sebagaiman FirmanNya.

Sesungguhnya sedekah itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus zakat, para mu’alaf yang dilunakkan hatinya, untuk melepaskan perbudakan, orang-orang yang dibebani utang, untuk jalan Allah dan mereka yang sedang dalam perjalanan.Inilah yang diwajibkan oleh Allah, dan Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana” (QS At-Taubah/9 : 60).

Larangan menyebut-nyebut sedekah dibatasi pada hal-hal yang berakibat menyakitkan bagi penerimanya, namun tiada mengapa ditampakkan sepanjang tidak dengan maksud untuk membangkitkan rasa sakit hati bagi orang-orang yang menerima dan bukan karena riya’.

Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT: “Jika kamu tampakkan sedekahmu, maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikannya itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian dari kesalahan-kesalahan kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS Al-Baqarah/2: 271)

Dari ayat ini dapat dipahami tentang bolehnya ditampakkan jika seseorang bersedekah, ini mengandung makna agar yang memberi sedekah itu dapat menjadi contoh atau pendorong bagi orang-orang lain, sehingga menjadi perlombaan yang baik (fastabiqul khaerat) dalam mengamalkannya.

Selain itu pula dapat juga dipahami bahwa Al-Qur’an tidak hanya menyebutkan janji Allah dengan pahala dari-Nya kepada orang yang bersedekah yang sama dengan pahala orang-orang yang shalat, tetapi juga menunjukkan bahwa sedekah dalam ajaran Al-Qur’an amat penting dan karenanya maka ada orang yang mengurusi (amil) dan harus dilembagakan. Inilah yang melahirkan “badan pengurus” untuk menangani urusan sedekah ini.

Orang-orang yang mengeluarkan sedekah sambil diiringi dengan tindakan yang menyakitkan akibat dorongan riya’ kepada manusia dan bukan karena dorongan iman, diberikan perumpamaan oleh Allah bagaikan satu batu tandus yang di atasnya ada tanah, lalu tanah itu ditumpahi hujan lebat sehingga batu tersebut menjadi licin.

Perumpamaan yang sama sekali tidak berpengharapan. Batu tandus yang dilengketi tanah, tak ada yang dapat tumbuh di atasnya melainkan hanya tumbuhan lumut atau rumput yang tumbuh merana karena batunya tidak dapat menjadi sumber sari makanan bagi apa-apa yang tumbuh di atasnya.

Tumbuhan tidak mampu menancapkan akarnya buat kekuatan kehidupannya, begitulah seterusnya hingga datang hujan lebat menimpa dan menghanyutkannya tanpa ada bekas apa-apa melainkan permukaan batu yang licin mengkilap.

Inilah perumpamaan bagi orang-orang yang bersedekah, karena dorongan riya’ kepada manusia. Pada dirinya tidak terdapat harapan penghidupan untuk saling tolong-menolong kepada sesama. Mereka pun tidak mengharapkan sesuatu apapun dari Allah, karena memang mereka tidak beriman kepada-Nya. Sedekahnya hanya sia-sia belaka, dan tidak mendapatkan pahala dari Allah barang sedikit saja. Dan Allah tiada memberikan petunjuk kepada orang-orang yang ingkar kepada-Nya.

Sebaliknya orang-orang yang membelanjakan hartanya dengan dasar mengharap ridha Allah, maka Dia memberikan perumpamaan seperti yang disampaikan dalam firman-Nya: “Dan perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya karena mencari keridhaan Allah, dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis pun cukup untuknya. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat”(QS Al-Baqarah/2: 256).

Demikianlah perumpamaan yang amat indah bagi orang-orang yang suka membelanjakan hartanya dengan mengharap ridha Allah. Pada dirinya terdapat harapan hidup yang menjanjikan karena keridhaan Allah SWT, laksana kebun yang senantiasa memberi hasil yang memuaskan dimana bila tidak banyak hujan, maka gerimis pun cukup untuk menumbuhkannya dan tetap memberikan hasil yang terus-menerus dan menyenangkan hati.

Sedangkan orang-orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ dan mencari pujian orang, tak ubahnya seperti kebun yang subur dan menghasilkan buah yang banyak, sedang subur-suburnya kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu kebun itu habis terbakar hangus tanpa ada sisa. Betapa sia-sia dan merugi hidupnya.

Demikianlah, sungguh terima kasih  Allah SWT  bagi hamba-hamba-Nya yang beriman, maka diperingatkan untuk mereka agar nilai dan pahala sedekahnya agar sedekahnya benar-benar bermanfaat, baik bagi orang yang menerkkan lebih banyak  Allah SWT  mendapatkan harta dan dibimbing oleh  Allah dengan iman membuat mereka rela menafkahkannya.

repost: Dr. Ir. H. Abdul Rahim Nanda, MT

Leave a reply